Ramadhanku Semasa Kanak-Kanak

Masa Kecil (gb. dari sini)
Teringatku masa kecil dulu, saat kesenangan diisi dengan tingkah usia anak SD. Seolah tanpa beban, tak mengenal waktu atau takut apapun, sepanjang hari mencipta tawa hanya untuk hal kecil. Ketika Ramadhan pun, suasana dibuat ceria, sedari fajar hingga senja kemerahan. Kerja otak tak pernah keras menekan, fisik juga dirasa ringan bebas bergerak, sewajarnya dunia kanak-kanak.

Pada masa itu, selepas subuh aku dan teman-teman akan bersepeda atau jalan kaki ke waduk yang berjarak sekira satu kilometer dari rumah. Jalan-jalan menghirup udara segar, alih-alih olah raga, begitu kira-kira pikiran kami saat itu. Menuruni jalanan beraspal, kemudian melewati sepetak sawah milik warga, lalu menanjak lagi untuk sampai ke lokasi. Selain kami, banyak juga warga sekitar tengah menanti matahari terbit, dengan cahaya emasnya seolah tersenyum menyapa dunia.

Sepulangnya dari waduk, aku dan teman-teman memilih rute berbeda. Tujuannya mencari buah-buahan di pinggiran jalan, lucunya kami menganggap itu milik umum. Sempat juga saling mengingatkan "Takut dosa lho, puasa nih!" Mulanya memang takut dan ragu
"Minta buahnya ya..." Umi menimpali.
"Iya, enggak apa-apa ambil aja" jawab Lastri.

Dengan kesan percakapan skenario, namun 'Bismillah' tetap diucapkan sebelum memetik buah. Syukur kalau pemiliknya muncul memberi izin, tapi jika tidak pun kami tak persoalkan lagi.

Jika sudah berhasil mendapatkan salah satu buah, seperti buah kersen (buah seri), wuni, juwet, anggur tegal, atau buah ciplukan, rasa puas seakan bertambah. Dan aku paling menikmati, selama memandang kejauhan dari atas pohon yang dipanjat. Kami baru beranjak pulang setelah menyadari posisi matahari, yang semakin naik dan terik.

Di rumah, nenek akan mengumpulkan anak serta cucu-cucunya membantu bikin kue. Kala itu, suasana mendadak ramai dan seru. Saat mencetak kue, anak-anak kadang membuat pola berbeda agar terlihat unik dan sebagai tanda kue milikya. Pembuatannya menghabiskan berkilo-kilo bahan untuk membuat kue sagon, kue satu, kue gipang, kripik gegetas, kacang asin, atau kue lainnya. Maklum saja, sebab nenek menghitung jumlah anaknya sebanyak 6 orang beserta  12 cucunya, sehingga setiap memasak apapun pasti dengan takaran besar. Aktivitas itu dilakukan setiap hari menjelang lebaran, namun kadang karena keterbatasan waktu, tidak semua kue bisa diselesaikan.

Ramadhanku semasa kecil memang belum bisa fokus melakukan ibadah, shalat lima waktu tidak berbeda pada bulan lain, tadarus belum bisa ditekuni, dan tarawih pun mudah terganggu fokusnya. Jika ada pengisian kultum, yang sangat ditunggu adalah tanda tangan penceramah di buku. Karena setelahnya, aku dan teman-teman bebas bermain petak umpet, menyalakan kembang api, atau permainan lainnya.

Masa kecil memanglah indah untuk dikenang, dengan berbagai kesenangan yang dirasakan seolah hidup begitu ringan tanpa beban rintangan. Akan menjadi memori semata, ketika sawah telah berganti perumahan, waduk pun dipagari swasta, serta buah yang sering kami naiki telah langka bersama pergeseran. Tapi seiring dengan kedewasaan, Ramadhan menjadi latihan untuk mendisiplinkan diri atas segala amal ibadah.



#Day_17
#30HariKebaikanBPN



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama