Handphoneku berbunyi ketika sedang merapikan meja kerja, di
layarnya tidak tercantum nama tapi nomornya seperti sudah tidak asing
lagi. Dengan sedikit ragu aku beranikan menyapa si penelepon, tidak ada
jawaban. Kuulangi sapaan salamku dengan intonasi lebih jelas dan ramah,
jawabpun terdengar dari seberang. Sesaat kuterkejut mendengar suara itu.
"Ya, ini siapa ya ?". Tanyaku tenang membuka pembicaraan.
Tidak ada jawaban. Tiba-tiba, "Tut..tut..tut.." Sambungan terputus
Aku panik menyadari yang baru saja terjadi, cemas kalau si penelepon mengenali suaraku. Buru-buru kumatikan handphone dan mengganti kartunya dengan nomor yang lain. Kuingat kemarin sms Dhani dengan nomor yang baru dan siang ini aku lupa menggantinya kembali. "Semoga dia tidak tahu kalau itu aku", doaku dalam hati. Aku hanya ingin menyemangati karena dia kemarin sakit.
Di mushola kantor kami bertemu, tapi seolah tidak ada apa-apa. Sempat kutanyakan keadaannya dan dijawab dengan santai menunjukkan kesehatannya yang membaik. Aku merasa lega. Sama seperti hari-hari sebelum ini, Dhani menjadi imam yang membuat ibadahku terasa sempurna. Ada perasaan damai dan tenang ketika melihatnya melakukan setiap gerakan dengan khusu'. Dalam doaku selalu selipkan permohonan untuk kesehatan dan kebahagiaannya.
Kami memang tidak terlalu akrab, hanya kantor bersebelahan sehingga sering berjumpa dan membuat saling kenal satu sama lain. Senyumnya yang khas dengan sapaan yang ramah dan santun, membuatku kagum. Tidak jarang kuperhatikan setiap kegiatan yang dilakukannya, sedikit banyak hobi dan kesukaannya kuikuti. Ada sisi positif, menjadikan pengetahuan dan pengalamanku bertambah.
Diam-diam kutulis kisah tentangnya, begitu dalam keinginan untuk melihatnya. Mencari kabar melalui media sosial atau lewat teman dekatnya sudah cukup melegakan. Tapi aku tidak sanggup mengutarakan dan mungkin ini akan jadi rahasia selamanya, karena aku tidak mungkin menghianati temanku yang juga menyukai Dhani.
"Ya, ini siapa ya ?". Tanyaku tenang membuka pembicaraan.
Tidak ada jawaban. Tiba-tiba, "Tut..tut..tut.." Sambungan terputus
Aku panik menyadari yang baru saja terjadi, cemas kalau si penelepon mengenali suaraku. Buru-buru kumatikan handphone dan mengganti kartunya dengan nomor yang lain. Kuingat kemarin sms Dhani dengan nomor yang baru dan siang ini aku lupa menggantinya kembali. "Semoga dia tidak tahu kalau itu aku", doaku dalam hati. Aku hanya ingin menyemangati karena dia kemarin sakit.
Di mushola kantor kami bertemu, tapi seolah tidak ada apa-apa. Sempat kutanyakan keadaannya dan dijawab dengan santai menunjukkan kesehatannya yang membaik. Aku merasa lega. Sama seperti hari-hari sebelum ini, Dhani menjadi imam yang membuat ibadahku terasa sempurna. Ada perasaan damai dan tenang ketika melihatnya melakukan setiap gerakan dengan khusu'. Dalam doaku selalu selipkan permohonan untuk kesehatan dan kebahagiaannya.
Kami memang tidak terlalu akrab, hanya kantor bersebelahan sehingga sering berjumpa dan membuat saling kenal satu sama lain. Senyumnya yang khas dengan sapaan yang ramah dan santun, membuatku kagum. Tidak jarang kuperhatikan setiap kegiatan yang dilakukannya, sedikit banyak hobi dan kesukaannya kuikuti. Ada sisi positif, menjadikan pengetahuan dan pengalamanku bertambah.
Diam-diam kutulis kisah tentangnya, begitu dalam keinginan untuk melihatnya. Mencari kabar melalui media sosial atau lewat teman dekatnya sudah cukup melegakan. Tapi aku tidak sanggup mengutarakan dan mungkin ini akan jadi rahasia selamanya, karena aku tidak mungkin menghianati temanku yang juga menyukai Dhani.
diikutsertakan dalam Flash Fiction Pipet