/1/
Aku tak tahu mana yang tercipta lebih dulu,
aku atau mu.
Tapi sejak nyawa menyatu dengan udara
(mu) turut mengambil bagian.
Menelusuri gorong-gorong,
sempit,
berundak,
mengitari sudut ruang.
Aku risih bertemu muka denganmu
Tengkukku gentar bersitatap ke pandangmu
Jiwaku serasa terintimidasi oleh edar matamu
Entah, salah apa sudah diperbuat.
Tenangku seolah terenggut
Sepijak gerik tak jua luput dari koreksimu
Separuhku terpaku di persemaianmu.
/2/
Ketika cahaya ada antara barat dan timur,
ragaku tertinggal di persimpangan.
Hanya bias, terlihat
semu,
sekelebat lalu
lebur bersama debu.
Saat cahaya terputar gelap,
sunyi menyelimuti rongga-rongga
ruh ku mulai dirasuki mimpi
Ia menikam,
mencabik-cabik,
dan mengoyak alam lainku
tanpa perhitungan.
/3/
Sadar,
(mu) selalu menetap beriringan beradaku.
Maka, kuadu siasat bersama,
ceceran isi kepala,
tubuh dan batin,
ilusi dan nestapa.
Kubentuk satuan komplotan.
Tidak mudah,
harus kupaksa mendekati waktu
Yang selama ini terus mengamati,
mengintai,
mengintimidasi,
hingga menjadikanku mangsa buruan.
Tapi,
keberanian meniadakan jarak antara aku dan (mu)
membuatku tahu akan maumu.
Bukan,
pendekatanku tak lantas 'kan membunuh (mu)
sebab dendam bukan tujuan lahirnya jiwa.
Kuingin perbaiki rajutan asa
mencoba mendaur ulang lembar koreksi (mu)
melipat masa dalam sejarah.
Biar bersama kita mendaki musim berganti
menanam benih-benih keindahan
sampai tunai ku genap bersama waktu.
keren puisinya :)
BalasHapusterima kasih ats kunjungannya
BalasHapusjadi pengen nulis puisi lagi, btw puisinya asyik...awesome
BalasHapusayo nulis lagi.. Bikin puisi sbnarnya lbh santai
BalasHapustp bsa jg dkembangin jd cerpen ;)
bagus puisinya, terutama dibagian aku atau mu..:)
BalasHapushehehe... awalnya ragu, tp biar sama aja penyebutnya.
BalasHapusThanks ya ats responnya ;)
Menanam benih-benih keindahan sampai tunai ku genap bersama waktu.
BalasHapusAkhirnya bagus. Keren.