Hujan Di Ujung Kemarau



Siang itu awan berubah kelabu
buram tanpa sinar memancar
sesekali petir menyapa dengan kilat
tapi awan tak bergeming jua
justru pekatnya tambah menyelimuti

Perlahan keluar benih kristal demi setitik
menuruni bumi menyerap permukaan
menyemburat aroma basah tanah
sesejuknya menggigilkan bersama gemericik
menghapus debu yang terbawa angin

Semua senang melihat air
yang lama dinanti saat kemarau tiba
untuk mengisi sungai saat kerontang
pun menghidupkan akar yang mula terkikis

2 Komentar

  1. bagus puisinyaa
    monggoh mampir
    https://aksarasenandika.wordpress.com/2015/02/21/maaf-titik-ingatan-yang-selalu-muncul/

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih udah komen.
      segera meluncur ke TKP

      Hapus
Lebih baru Lebih lama