Surat Kenangan

Pada masa indah sewaktu berbagi
kukenang akan senyum dan manis ucapmu mengawali
demi terciptanya penerus, mengikuti sumpah tetap mengabdi.

Coba ku untuk mengusir bosan pada parodi kata tanpa arti
atau untuk mengusir jemu terhadap tingkah seteratur jari
dengan aksinya acap tersiar menjauhi keberadaan 'materi'
meniadakan gejolak jiwa merintih, dalam batas mengamati.

Bukan barang sekali dua kali terjadi di lingkungan tatanan
yang mengguncang pun menggubah keadaan
berantai antara pelaku bawah, menengah hingga atas
berlangsungnya seolah mengabaikan pihak yang menangis
lantas siapa yang akan menjadi rugi ?

Bagi yang menangis, ia hanya sedih di waktu terlukai
menyayangkan atas kebenaran yang ternodai
dan, menyesalkan janji suci telah teringkari.

Di pihak lain, pembuat keadaan cukup sesaat menikmati
gelora yang menggelinding, pusatnya pada wibawa diri
tidak diacuhkannya pelbagai peringatan, menjebaknya perbuatan merugi.

Semuanya kesia-siaan belaka, semuanya dirugikan
bahkan dunia pun mengacu pada gejolak persengketaan
nihillah pada kedamaian dalam persatuan.

Duka dan luka terus mengiris pertiwi yang makmur
ketidakpedulian pun seakan menggerus bumi yang subur.

Kini, hanya tinggal kesadaran pada diri yang waras
peduli dengan aksi
beraksi dengan berani
dan, berani untuk melindungi
negeri tercinta, tempat menata masa depan dengan pantas.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama