mbek...mbek...mbek...
Gema takbir mengiringi penyembelihan qurban di lapangan masjid. Sesekali terdengar suara parau kambing meronta minta dilepas bebas, sebagaimana hari biasa tanpa ada kerumunan orang ingin menyajikannya sebagai kambing guling. Temannya, sapi dan kerbau terlihat lebih tenang dan pasrah dijadikan persembahan, hanya sesaat terdengar teriakan sumbar tatkala tubuhnya dihempas ke tanah, untuk kemudian menemui ajalnya atas nama Allah SWT.
Kerumun warga di dalam & luar pagar masjid |
Sayang, kejadian itu hanya bisa kusaksikan dari kejauhan. Terlebih ketika melihat animo masyarakat yang mendatangi tempat penyembelihan, secara sengaja mengajak anak-anaknya untuk mengetahui jenis hewan qurban yang akan disantapnya nanti. Tak ayal, lapangan masjid yang ditumbuhi pohon mangga di sekelilingnya, layaknya pagar di dalam pagar, dengan tenda biru berdiri memayungi di tengah (tapi bukan tenda biru miliknya Desy Ratnasari :) ) sesak dengan anak-anak hingga orang dewasa. Di pohon-pohon itu puluhan hewan diikat dan beberapa kambing ditalikan di pagar besi, menunggu giliran untuk disembelih, dengan jumlah 37 ekor kambing, 3 ekor sapi, dan kerbau 9 ekor.
Mulanya ingin kususul Najma, yang telah lebih dulu dibawa Ayah dan Bundanya menyaksikan hewan-hewan yang hendak diqurbankan. Akan tetapi, melihat penuhnya lapangan itu mengurungkan niatku mencari. Rupanya bentuk tubuh serta suara-suara hewan itu mempunyai daya tarik yang menarik bagi anak-anak, tak terkecuali orang tua, yang membonceng anak-anak mereka di tengah terik matahari menggunakan sepeda motor, lalu di parkirnya di pinggiran jalan berpanasan. Ditambah dengan pedagang mainan dan makanan, ikut berpartisipasi memenuhi pelataran masjid.
Mulanya ingin kususul Najma, yang telah lebih dulu dibawa Ayah dan Bundanya menyaksikan hewan-hewan yang hendak diqurbankan. Akan tetapi, melihat penuhnya lapangan itu mengurungkan niatku mencari. Rupanya bentuk tubuh serta suara-suara hewan itu mempunyai daya tarik yang menarik bagi anak-anak, tak terkecuali orang tua, yang membonceng anak-anak mereka di tengah terik matahari menggunakan sepeda motor, lalu di parkirnya di pinggiran jalan berpanasan. Ditambah dengan pedagang mainan dan makanan, ikut berpartisipasi memenuhi pelataran masjid.
Lalu lalang kendaraan di depan masjid |
Aku putuskan melihat dari balik rerimbunan pohon nangka di halaman rumah paman, walau hanya kebagian pemandangan lalu lalang motor memasuki pelataran tapi senang rasanya melihat warga yang antusias berdatangan. Hingga beberapa menit kemudian, "Ratna !!" panggil seseorang dari seberang, sambil melambaikan tangan tanda dialah yang memanggil.
Sedikit mengingat siapa gerangan yang ada di hadapan sana, dia pun melanjutkan, "Zaenab," ujarnya menunjuk dadanya sendiri, seolah tahu isi kepalaku. Senyumku merekah mengenali dan melambai tangan membalas, dengan hati-hati kulangkahkan kaki keluar pagar rumah untuk menghampirinya.
Kami pun saling menanyakan kabar, usai berjabat tangan cipika cipiki, "Dikirain masih di Jakarta," tebaknya tidak menyangka, dengan raut wajah sedikit kaget. Aku pun menceritakan kondisi yang kualami satu tahun terakhir, dan sudah meninggalkan kota yang selama ini menafkahiku.
Kepada Zaenab aku berujar, "Setelah mengalami kecelakaan yang membuatku harus istirahat total, maka pengelanaanku pun harus berakhir di Jakarta," kenangku merelakan kejadian itu. Betapa merasa menyesal kulihat ekspresinya yang tidak mengetahui sama sekali keadaanku selama ini, padahal rumah saudaranya berada persis depan rumahku sedangkan rumahnya sendiri masih satu kecamatan, Citangkil. Kami teman sewaktu SD, cukup dekat dan kenal dengan keluarga masing-masing.
Salah satu kambing minta dikeluarkan |
Sebenarnya ingin sekali berlama ngobrol dengan teman semasa kecilku itu, namun nyeri di kaki kurasakan lagi dan bertepatan pula dengan bibiku memanggil. Kusempatkan mengambil gambar seekor kambing yang seolah minta pertolongan agar dibebaskan, lalu akhirnya berpamit pulang pada Zaenab. Agak berat kutinggalkan pagar masjid, tempat kami mengobrol sambil menyaksikan satu persatu kambing dilepas setelah mendapat giliran untuk dikorbankan. (Sayangnya, kami lupa mengabadikan moment perjumpaan tadi ;( )
Matahari masih setia menyoroti tempat berlangsungnya prosesi pemotongan hingga pembagian qurban tuntas dilakukan. Ada keinginan tersemat dalam hadirku di masjid hari ini, 'Semoga tahun berikutnya aku pun bisa ikut berqurban, berbagi dan memberi untuk sesama'. Teringat pula banyaknya orang (yang dianggap tak berpunya), rela menyisihkan penghasilan rupiah demi rupiah hingga tercapainya membeli seekor hewan qurban. Tentu menjadi kebanggaan dan kepuasan tersendiri, bila tindakan yang kita lakukan menjadi berkah untuk orang lain.
Wah, gak nyangka ketemu teman lama ya ^^
BalasHapusSemoga kita semua selalu dimudahkan hatinya untuk berbagi melalui Qurban..
Aamiin..
Aamiin. Terima kasih ats kunjungannya
Hapus