Aku salah seorang yang sangat mendukung jika piknik itu penting diadakan, baik secara individual maupun berkelompok. Tentu saja, kita butuh jeda untuk mengistirahatkan tubuh dan pikiran yang selama ini diforsir dalam melakukan rutinitas sehari-hari *yang menguras tenaga dan cenderung membosankan*. Salah satu refreshing yang menjadi pilihan ialah piknik atau wisata atau travel atau apa pun sebutannya, sangat disadari pula oleh perusahaanku dulu, hingga menjadikannya sebagai schedule tahunan. Outing.
Rencana awal pemberangkatan akan dilakukan di bulan Desember, namun karena ada beberapa project yang belum rampung akhirnya terjadilah penundaan. Baru pada akhir Januari, kami bisa berangkat berlibur ke luar kota. Bagiku, ini menjadi perjalanan istimewa karena kali pertama merasakan tegangnya berada di atas ketinggian selama lebih kurang satu jam menggunakan pesawat dari Jakarta menuju Bali.
"Manusia hanya bisa berencana, namun Tuhan juga yang menentukan". Tampaknya pepatah itu sangat tepat disandingkan dengan keadaan saat itu. Pasalnya, selain perubahan waktu outing, kota tujuan kami yang semula Lombok, harus berubah menjadi Bali. Sebagian karyawan terlihat kecewa, sebab sudah beberapa kali menikmati keindahan Kuta, katanya. Sementara menurutku, setiap perjalanan pasti akan ada nuansa yang berbeda, apalagi bila dilakukan dengan berbeda orang.
Oleh sebab tidak adanya dukungan cuaca, berdampak pada liburan dadakan di Bali. Penginapan pun baru diperoleh menjelang tengah malam, di daerah Seminyak. Dan anehnya, meski badan terasa pegal linu dan mata sepet melihat, tapi ada perasaan yang menarikku untuk keluar hotel bersama beberapa teman, menyambangi pantai yang lokasinya berjarak beberapa meter saja dari tempat menginap kami.
Di sinilah, aku benar-benar merasakan bahwa di balik kekakuan yang terjadi di tempat kerja, nyatanya selalu ada hubungan bermakna antara aku dan teman-temanku yang sangat indah. Bersama menikmati amukan ombak di gelapnya malam, tawa pun pecah mengiringi cipratan air asin ke arah kami. *berasa kekeluargaannya*
Berkunjung ke Monkey Forest
Ada sebuah gapura menyambut kedatangan kami di pagi itu. Tepatnya di depan lokasi yang bernama Mandala Wisata Wenara Wana, ada pepohonan besar menaungi tempatku duduk menunggu pembelian tiket.
"Mbak, jangan bawa makanan ke dalam ya!" Tiba-tiba suara Dandy memperingatkan, sembari senyam senyum gazebo mendekati.
"Emang kenapa?" tanyaku polos, yang memang tidak tahu peraturannya dan mengira Dandy sedang iseng mengatakan itu.
"Bahaya! Monyet di dalam agresif banget, bisa mencium makanan yang diumpetin dan kalo ketauan nanti direbut," terang Dandy menakut-nakuti, dengan tangan sebelah kiri dimasukkannya ke dalam saku celana.
"Masa sih?" tanggapku sedikit resah, tapi akhirnya aku turuti nasehat itu setelah teman lainnya membenarkan.
"Nyari aman aja-lah," timpal Anggri sambil mengulurkan tiket milikku.
Barulah aku keluarkan sebungkus cokelat meteku dari dalam saku, lalu membagi-bagikannya kepada yang lain secara tergesa karena ternyata sebagian besar sudah masuk ke dalam. *huhft*
Kami memang tidak menggunakan guide yang dapat menjelaskan situs-situs yang ada di dalamnya. Selain ada banyak pepohonan besar dengan akar menjuntai, terdapat pula beberapa pagoda dan paviliun mengagumkan yang sangat kental dengan gaya Hindu-Bali-nya, dilengkapi pula patung-patung monyet. Sayangnya, air terjun yang katanya ada di bawah turunan tidak bisa kami sambangi karena sedang ditutup.
Ada sekitar ratusan monyet berekor panjang memenuhi kawasan ini, semuanya tersebar berkawanan di setiap penjuru. Dan belakangan peringatan Dandy tadi terbukti, kala kusaksikan beberapa turis asing digelayuti bahkan berebut tas dengan monyet-monyet yang berkeliaran. *ih, agak merinding liatnya* Tetapi, selama kita bisa menjaga jarak dan memperlakukan para monyet dengan baik, pasti tidak akan diganggu.
Menikmati Santap Siang di Bebek Tepi Sawah
Puas melihat sekelumit kehidupan di Monkey Forest, waktu makan siangpun menyusul. Sebenarnya tidak ada tujuan yang jelas ke mana kami mesti berburu kuliner. Di tengah kegalauan menentukan restoran itu, driver yang mengantarkan kami berkeliling Bali, tiba-tiba merekomendasikan sebuah tempat di tengah pesawahan. 'Para tetua' pun langsung sepakat untuk segera menuju lokasi.
Sangat jauh rupanya dari tempat semula, butuh waktu sekitar satu jam lebih melewati beberapa tikungan. Hingga berhentilah kami di sebuah area pesawahan. Ada beberapa pot bunga dijejerkan pada salah satu sisi sepetak jalan lurus, yang mengarah ke bagian dalam restoran.
Sangat jauh rupanya dari tempat semula, butuh waktu sekitar satu jam lebih melewati beberapa tikungan. Hingga berhentilah kami di sebuah area pesawahan. Ada beberapa pot bunga dijejerkan pada salah satu sisi sepetak jalan lurus, yang mengarah ke bagian dalam restoran.
Deretan saung berdiri kokoh, di tengahnya terdapat kolam ikan. Sepanjang mata memandang, hamparan sawah terbentang di depan kami. Sungguh, menjadi pemandangan yang menyejukkan mata dan pikiran. Ada beberapa masakan yang dipesan, diantaranya : Ikan bakar bambu, plecing kangkung, dan bebek bakar crispy.
Sunset Yang Hilang
Terasa tidak lengkap bila ke Bali melewatkan menghilangnya semburat kuning di ufuk Barat alias sunset. Namun ternyata kedatangan kami ke Pantai Kuta terlambat, cahaya itu telah lebih dulu menghilang sebelum sempat kami saksikan. Alhasil, kami harus puas dengan menyaksikan wajah langit yang mulai berselimut kain hitam di sebuah restoran, tempat melahap makan malam yang serba seafood.
Oleh-oleh Tuk Melengkapi
Sudah jadi tradisi sepertinya, setiap pergi piknik atau berwisata akan selalu diselipkan dana khusus untuk oleh-oleh. Tentu barang yang akan kita beli berupa barang atau makanan khas daerah setempat. Kami pun sempatkan bertandang ke toko Joger, yang menjual souvenir dan aksesoris. Diakhiri dengan berkunjung ke toko Krisna, yang lebih luas dan lengkap.
Menikmati Setiap Langkah Berpijak
Dari perjalananku ke Bali tersebut, ada rasa syukur mengiringi langkahku, ada harap untukku mengawali, selain upaya mencintai alam yang telah memberikan keindahan, kita pun harus menjaga hubungan baik dengan teman-teman. Dengan begitu, menjadikan hubungan itu lebih akrab, komunikasi yang selama ini kaku seakan lumer dalam kebersamaan.
Di Bali, aku merasakan kekeluargaan yang sebenarnya dalam sebuah korporasi. Meski pijakan kaki tidak sesuai rencana terjadwal, tapi kebersamaan kami sangat melekat dalam ingatan. Begitu seru dan menyenangkannya berlibur banyak teman, tetapi sesekali ingin juga menguji diri dengan menikmati solo travel. Sebut saja liburan di Bogor, pasti akan menjadi pengalaman luar biasa karena bisa lebih leluasa mengeksplor berbagai tempat ikonik.
Tulisan diikutsertakan dalam "Lomba Blog Piknik itu Penting"
Wah Bali!
BalasHapuswah sayang cokelat metenya harus dibagikan hehehe....
BalasHapusterimakasih partisipasinya. maaf pengumuman diundur tgl 20 oktober. goodluck
BalasHapus