"Kenapa penglihatanku semakin samar saja?" Tanyaku dalam hati melihat tayangan di TV, padahal jaraknya sekitar 5 meter dari tempatku duduk. Beberapa detik kututup mata dengan kedua tangan, lalu berkedip-kedip, namun mataku tetap siweur. Sebelum beranjak untuk mempertegas mata rabunku, akhirnya reporter itu memberitakan tentang kabut asap yang belum juga lenyap dari pulau Sumatera dan Kalimantan.
Sumber |
Betapa sedih menyaksikan perjuangan mereka #MelawanAsap, setiap bulan, setiap hari, setiap waktu, bertahan di antara serbuan kabut yang menyesakkan paru, memedihkan mata, bahkan mengancam jiwa. Sudah 3 bulan kabut asap menyelimuti hutan Sumatera dan Kalimantan, dan berdampak pada daerah di sekitarnya. Penyebarannya kian merajalela hingga ke negara tetangga; Malaysia, Singapura, sampai Filiphina, merasai penurunan kualitas hidup yang dtimbulkan asap tersebut.
Jalanan, gedung bertingkat, bandara, sekolah, hingga rumah sakit, tidak luput dari kepungan kabut asap. Barangkali, angin di musim kemarau lebih cepat merambat dibanding kabar angin yang dihembuskan pemantik api. Jutaan orang menjadi korban (1), asap menembus ke dalam bilik rumah yang lebih merata dari kepulan asap di dapur, lingkungan tinggal berpolusi yang membuat batuk dan sesak napas, aktivitas terbatas pandang, dan kerugian-kerugian lainnya. Tiada beda antara siang dan malam, cuaca seolah mendung mencekam. Oksigen menjadi sangat mahal, udara bersih hampir tiada.
Sejak asap mengambil alih tempat
bermukimnya hutan, si jantung kota, meranalah manusia dan makhluk hidup
lainnya. Aneka tumbuhan raib dilalap api, hewan pun ikut terusir dari
habitatnya, bahkan para warga kini terancam menjauhi tempat tinggalnya.
Sumber |
Memang bukan kali pertama terjadi, 18 tahun sudah kejadian serupa berulang terus menerus menimpa Bumi Lancang Kuning - julukan untuk Riau. Akan tetapi, tahun ini agaknya lebih parah dibanding sebelumnya. Berbagai upaya dilakukan guna membasmi titik api yang penyebarannya berjumlah ratusan, perlawanan melalui darat hingga udara dikerahkan. Bala bantuan turun berdatangan memastikan apa kiranya perlu disalurkan, mulai dari masker, bantuan dana, bantuan medis, dan lain-lain. Namun kabut asap tak kunjung reda, menyengsarakan rakyat yang kian pasrah.
Terlanjur. Bencana harus dihadapi, yang mestinya dapat bijak disikapi. Bukan saling melempar caci dan alibi, melainkan mengatasi bersama segala masalah yang menimpa jiwa tak bersalah. Usaha evakuasi korban dan tindak lanjut pembakaran, belumlah dapat menjamin kalau asap dapat dimusnahkan selama-lamanya.
Harus diakui. 'Sedia Payung Sebelum Hujan' amat diperlukan dari pada merasai dulu 'kuyup kebasahan', baru dipayungi. Preventif. Melalui pengelolaan hutan dengan modifikasi komposisi hutan dan adanya arahan untuk mengedukasi masyakarat dalam pengurangan resiko kebakaran. Hal itulah yang dilakukan pemerintah Amerika (2). Begitu pula California, yang mempekerjakan kambing untuk memakan rumput liar sebagai pemicu kebakaran. Bisa jadi, cara mereka menginspirasi Indonesia dalam meminimalisir dampak penyebaran asap.
Sebagai orang awam, tidak banyak yang bisa kuperbuat. Luapan empati dan tetesan pilu di hati, meminta belas kasih pada mereka yang punya kuasa, agar segala daya dan tenaga yang dikerahkan mampu menghapus linangan air mata dan jerit sakit mereka.
Sumber |
Kini, dengan segala doa dan harap hanya pertolongan Tuhan yang sanggup menghilangkan ratap dan derita para korban. Segenap jiwa (bukan saja masyarakat Sumatera dan Kalimantan tapi seluruh rakyat Indonesia, seluruh umat manusia), menenggelamkan diri menengadahkan kedua tangan, memanjatkan doa-doa permohonan, agar Dia menurunkan rahmat-Nya melalui curahan hujan yang dapat memadamkan api beserta asapnya ke segala penjuru.
Ket :
(1) "Menurut BNPB (Badan Nasional penanggulangan Bencana), setidaknya ada 43 juta penduduk Indonesia yang terpapar kabut asap."
(2) Di Amerika, pengelolaan kebakaran hutan dilakukan sepanjang tahun, sebelum, ketika, dan setelah kebakaran terjadi. Mereka melakukan pembakaran secara terencana dengan mempertimbangkan berbagai kondisi, kepadatan tumbuhan di hutan juga dikurangi dengan pemangkasan, dan masyarakat pun diberikan arahan untuk ikut berpartisipasi dalam pengurangan resiko kebakaran. Demikian kesimpulan dalam artikel.
semoga hujan lekas datang dan asap segera hilang, aktifitas bisa normal dan anak anak bisa riang
BalasHapusAamiin. Smg demikian ya...
HapusBencana kabut asap ini mengenaskan ya, nyawa pula taruhannya. Indonesia jadi sorotan dunia sekarang, bisa tidak negara ini membereskan persoalan yang dampaknya pun sudah lintas negara. Mari sama-sama berdoa semoga ada pertolongan Allah atas ini semua.
BalasHapusItu penanganan kebakaran hutan yang dipake California unik juga, mempekerjakan kambing. Mereka sudah lebih jeli dalam masalah preventif.
Sedih yah. Alhamdulillah sekarang dah masuk musim hujan. Semoga bencana ini ga terulang lagi.
BalasHapus