Kubaca lagi surat yang kau kirim, melalui sebuah pesan online. Aku eja dengan seksama agar tak salah seperti sebelumnya, sebab sibukku terlanjur menguras konsentrasi hingga terjadi ketidaknyambungan jawaban yang kau pinta.
"Surat Kronologis Kematian", judul yang kau tuliskan. Melayangkan ingatanku pada sosok paruh baya serupa ayah sendiri. Tak hentinya hati ini mengagumi beliau, selalu menyambut hadirku dengan hangat nan ramah, menjadikanku bagian keluarga.
Sedari kecil, aku terlanjur nyaman dan lebih dekat dibanding ayah kandung. Obrolan bersama beliau tak sekalipun menyudutkan apalagi menggurui, saling bertukar cerita, serta berbagi peristiwa sehari-hari, selebihnya diisi menyantap makanan dalam satu meja. Ketika weekend tiba, kadang kudiikutsertakan berwisata, silaturahmi dengan sesama saudara jauh.
Jujur, pernah kumerasa iri kepadamu mempunyai ayah seperti itu. Dimanja dan disayang layaknya putri raja. Apapun pintamu selalu dituruti, segalanya diberikan secara maksimal, bahkan kasih sayang pun tercurah tanpa batas. Walaupun sebenarnya diriku pun tiada kurang untuk merasa beruntung, ayah-ibu sama perhatiannya terhadapku.
Sayangnya, aku seolah lupa diri seiring bertumbuhnya usia, sibukpun membuat jarak, menghambatku menemui maupun bercengkrama seperti yang lalu. Namun sapaan beliau terhadapku selalu sama, perhatian pun tak sedikit memudar. Hingga tiba saat tubuh renta itu mulai tak berdaya dan harus mengalami perawatan panjang, dengan banyak derita kesakitan. Sungguh, tak kuasa kusaksikan semua itu. Tubuh yang terbiasa bekerja kantoran sekaligus mencurahkan ilmu untuk mendidik anak penerus bangsa, tak banyak berdiam diri atau mengeluh, terpaksa istirahat secara total dari segala pekerjaan.
Perlahan, bobot tubuhnya menyusut tak teratasi, segala asupan makanan pun cairan dibatasi dan dipantang. Betapa kerasnya dokter menyarankan cuci darah, sekuat itu pula penolakan yang dibuat. Hal itu demi harapan agar dapat menginjakkan kaki ke tanah suci Mekkah, mencium ka'bah dan melempar jumroh. Pilihan alternatif adalah mengkonsumsi ramuan herbal nan natural, yang perlahan membangkitkan sedikit tenaga untuk bergerak normal. Akan tetapi, kebiasaan itu tidak bisa ditahan terlalu lama sebab bosan dan mulai sulit dicerna. Lalu batasan pun dilewati tanpa bisa dicegah, tak peduli larangan atas makanan yang dapat memicu penyakit, semua dilampiaskan karena keinginan.
Akhirnya, setelah bertahan beberapa lama mungkin yang terbaik harus terjadi, yang bernyawa pastilah kembali pada Sang Pencipta. Setelah lebih dua tahun mencoba pengobatan untuk ginjal dan asam urat, dengan kondisi naik turun, dan ikhlas pun harus kulepaskan demi tenangnya sang paman tercinta.
Seandainya kudapat sisihkan sedikit saja waktu, di saat sibuk, meski lelah, menyapa dan menghibur beliau. Kuingin ada banyak kata dan kisah yang disampaikan, untuk membunuh sepi selama menjalani perawatan. Kuingin sampaikan rasa terima kasih serta maaf, yang 'tak sanggup kuucap karna serupa salam perpisahan. Kuingin hadirnya beliau ketika hari bahagiaku tiba, menjadi saksi serta memberikan restu bersama do'a-do'a yang mengalir lancar.
Kini, harus kupaksa diri ini melepas sosok itu, gambarannya selalu tersenyum di ingatan. Saatnya ku do'akan untuk ketenangan beliau menuju alam akhirat, semoga segala amal ibadahnya diterima Allah SWT, diampuni segala dosa, termasuk husnul khotimah, serta dimasukkan ke dalam surga-Nya. Aamiin.
Hanya do'a serta lantunan ayat suci mampu kutujukkan, semoga meringankan siksa kubur dan memudahkan menuju keabadian dengan damai tanpa beban.
Di sini, aku bersama kenangan dan ingatan tentang beliau, terus melafalkan surat dari Al-Qur'an, berharap salah maupun dosa dimaklumi dan dimaafkan olehnya. Segala yang tak sempat tersampaikan atau pintanya belum sanggup terkabulkan, somoga akan terganti dengan yang lebih baik.
Suratmu sudah selesai kuperbaiki, selanjutnya semoga semua yang ditinggal di dunia bisa ikhlas dan sabar menerima kenyataan. Semogalah perjalanan kita kelak dimudahkan dari segala urusan, pun dijauhkan dari kesulitan yang tak mampu diatasi. Duka ini marilah kita akhiri bersama do'a dan tahlil yang disampaikan pada hari ke-40, agar tenang kuburnya tiada khawatir apapun.