Image |
Suratku berupa potongan adegan yang menggantung di angan, nirleka diterbangkan anila menuju peraduanmu entah di mana. Bersama surat itu terlampir doa dan asa, ketika renjana menyinggahi alam bawah sadarku. Banyak cerita di dalamnya, tentang masa dulu hingga kini, tentang aku dan kamu, tentang kita sewaktu bersama mungkin tak memahami kode rasa.
Kiranya kamu sebatas musafir tanpa jejak, akan berlalu tiada berakibat dan sekilas lewat tak perlu ingat. Sapamu saat itu hanya sesaat, ku pun tak tanggapi dengan semangat. Setelahnya, waktu terasa singkat hingga pertemuan kita terus berlanjut karena alasan takdir. Di antara bilangan sepekan yang ada, hanya satu atau dua hari kita tak bersua. Kehadiran masing-masing menjadi suatu pengenalan yang semakin mendekatkan juga merindukan.
Interaksi terlanjur terjadi tanpa kendali raga, tak terelakkan sampai candaan dan sindiran terlontar tanpa meragu. Kian hari senyum sapamu terdengar merdu dan menunggu balas ramahku. 'Pun kata manis membubuhi julukan ejek yang kamu berikan padaku.
Berbagai upaya kamu tunjukkan penuh ekspresi, mengharap perhatianku. Panggilan mesra kamu bisikan demi mengalihkan pandangku, sanggup menggaung dalam rongga telingaku. Tak ada kata dapat kujelaskan, rasa pun sulit tergambarkan, hatiku seolah dialiri air yang menyegarkan.
Namun ketika bahasa tubuhmu hendak menghampiri, mode spontanku menjaga jarak dari posisi kaki beradu. Entah apa sangkamu terhadap hal itu, sebab ku pun tak tahu mengapa begitu. Sayangnya, ku 'tak sempat balas ucap cintamu secara mendadak. Sekilas kulihat raut kecewa, tampak tak sesuai harapmu. Seujung jarum seakan menusuk-nusukku, melihat ceriamu menghilang seketika.
"Apakah aku salah?" suara dalam pikiranku menyangsikan.
Kita berada dalam hubungan yang berjalan di atas awan, terikat oleh seutas anila, lalu memadu kisah sekedar epoch. Ketikamu bersama wanita lain, sedih dan kecewa berkoloni membentuk simpul hati, "kata beserta rasamu sebentuk imajiku semata, tak bersungguhan."
Hubungan kita terjalin mulanya oleh➖lalu tercipta karena suatu➖dan berakhir ketika saat➖. Telah banyak rangkai kata kutulis untukmu, berupa cerita maupun puisi, yang terserak dalam lembar kertas juga buku. Salah satunya kualamatkan kepadamu berupa anonim. Milyaran suara telah juga menghasilkan alunan sastra untukmu, yang bersenandung di saraf vagus sejak lalu. Semua kuterbangkan bersama desir angin dari timur hingga barat, hanya Tuhan saksikan.
Kamu tidak tahu, betapa rahsa di diri meneriaki namamu selalu, yang potretnya hilang dalam genggaman. Jumantara telah menjadi tempat kita menyimpan kata dan rasa, sehingga seorang sahabat pun tak 'kan tahu dan curiga. Andai kamu lihat berapa banyak nama yang hadir mengetuk pintu hatiku, masih akankah kamu pergi? Sementara cuma satu nama tertulis jelas dan besar di sana, yaitu namamu. Bahkan ulang tahunmu selalu kuingat dan jadikan kode rahasia.
Akan tetapi, ku pun tak tahu bahwa dalam ruang itu ada kotak kosong di sudut lainnya. Ketika kubuka, hanya sinar terang keluar dari sana, menghalau pandangku oleh silaunya. Ternyata dia menungguku juga, agar kamu bisa kulepas dengan rela. Dia tak berani muncul sebelum pandangku lepas darimu, sebab tak mau berbagi lembaran rasa.
Aku dan kamu tidak tahu bagaimana kisah lama dan kini bisa berakhir. Sementara kita telah terpisah satu sama lain, jalan pun mungkin berbeda alur, entah sehaluan atau bersebrangan. Kini kisahku tersisa bersama dia, yang akan mengarungi bagaimana kelak.
Jika kamu usai menerima rangkaian suratku, meski hanya melalui mimpi, berikan kembali kepingan diriku. Biarkan lembaran kertas nirleka menjadi saksi suatu masa, sisa suratku telah berwujud awan yang menggantung di langitmu. Apabila benar rasamu pernah ada, biarkan sebagai kenangan manis penuh warna. Ketika ada pertemuan lagi, hanya cerita indah 'kan mengalir untuk bernostalgia.